Langsung ke konten utama

Cerpen IJINKAN KU HAPUS AIR MATAMU IBU

IJINKAN KU HAPUS AIR MATAMU  IBU

            Kini ku telah kehilangan seorang ibu yang selalu aku sayang, walau aku masih kecil aku sudah tahu sosok seorang ibu yang begitu sayang kepadaku. Tak Bisaku ku menahan tetes air mata ini untuk seorang ibu. Ibu yang mengandungku, melahirkanku, mendidikku. Namun kini ibu telah pergi, tak ada lagi untukku. Ku harus merelakan kepergian ibu, karena ku sayang dengan ibu. Walau sakit rasanya kehilangan seorang ibu, dan kini aku tak punya siapa-siapan dirumah yang kecil ini. Ayah ku telah lama meninggal karena kecelakaan sehingga merenggut nyawa beliau. Ku semakin tabah akan cobaan ini. Tapi, aku tak tahu harus dengan siapaku menjalani hari-hariku. Hingga suatu hari ibu Nisa tetanggaku membawa aku ke Panti Asuhan, karena tak tega melihatku hidup sendirian.
            “ Bu saya titipkan anak ini di sini, karena dia tidak ada lagi yang mengurusnya, ibunya baru meninggal tiga hari yang lalu dan dia sudah tidak punya saudara lagi.” Kata bu Anisa kepada kepala pengurus panti asuhan.
            “ Insyaallah bu kami di sini akan menjaga anak ini sebaik-baiknya, seperti apa yang ibu pesankan.” Jawab ibu kepala panti asuhan.
            “ Sayang sekarang kamu sudah punya teman lagi, sekarang kamu tidak sendirian lagi dan tidak kesepian. Di sini kamu punya banyak teman buat bermain. Jangan nakal ya sayang, ibu pulan dulu. Assalam’mualaikum.” Ucapnya kepadaku dan memelukku dengan erat untuk yang terakhir kalinya.
            “ Waalaikumsalam, bu.” Jawabku seraya mencium tangannya.
            Semenjak itulah aku tinggal di panti asuhan. Walau aku tidak tinggal dengan keluarga kandungku sendiri namun kini bagiku mereka semua adalah keluarga baruku dan yang tak akan menyakitiku. Aku begitu nyaman tinggal di sini, mereka semua ramah dan baik terhadapku. Ibu Susan ibu kepala panti asuhan sangat sayang terhadapku, kasih sayangnya hampir sama dengan kasih sayang ibu dulu. Tapi kasih sayang ibu tetap yang terbesar untukku, dan pengorbanannya tak pernah aku lupakan sampai saat ini.
            Suara adzan subuh telah terdengar merdu ditelingaku, membanggunkannku dari tidur malamku. Udara pagi yang begitu dingin merasuk hingga dalam tubuhku, namun hal itu tidak membuatku untuk bergegas mengambil air wudhu. Air yang begitu dinggin membuatku mengigil, namun pangilan itu membuatku tidak takut akan dinginnya air yang kini telah membasahi wajah dan lengan tanganku. Ku bergegas kemasjid untuk mendekatkan diri kepada allah menjalankan perintah allah. Tak terasa matahari menampakkan cahayannya yang begitu indah. Menghangatkan tubuh ini yang tadinya kedinginan. Kalau pagi-pagi seperti ini aku paling suka bermain dikebun belakang panti.
            Pagi itu ada seorang yang datang ke panti. Aku tak tahu apa tujuan ibu itu datang ke panti. Namunku pikir mungkin dia akan mengadopsi salah satu diantara aku dan teman-temanku yang lainya. Ternyata dugaanku benar, ibu kepala panti menyuruhku datang keruangannya. Dan mengatakan sesuatu kepadaku. Ibu kepala panti bilang bahwa ibu ini akan mengadopsi aku untuk menjadi anaknya. Sungguh hatiku senang sekali bisa mendapatkan orang tua angkat yang kelihatannya baik dan lembut. Dan kecantikannya begitu menawan, senyumnya begitu manis seperti ibuku dulu. Dan hari ni aku harus pergi dari panti asuhan untuk selamanya dan tinggal dengan ibu baruku. Aku merapikan semua barang-barangku yang akan aku bawa pergi. Sebelum pergi ku melihat ibu kepala panti meneteskan air matanya karena harus kehilangan aku dengan secepat ini.
            “ Ibu kenapa, ibu menangis?”  Tanyaku kepada ibu kepala panti dengan terus memegang tangnya dengan erat-erat seakan-akan aku tak bias melepaskannya.
            “ Tidak kenapa-kenapa sayang.” Jawabnya dengan memperlihatkan senyuman manis untuk melepas kepergianku.
            “ Bu ijinkanku menghapus air mata ibu dengan tangganku, ya bu?” ucapku sejenak untuk mencairkan kesedihan ibu kepala panti.
            Tak tahan mengalami semua ini, langsungku dekap dengan erat tubuh ibu kepala panti, ku tak ingin melepaskannya namu ibu baruku telah menungguku untuk segera pulang kerumahnya. Sudah waktunya aku harus meninggalkan panti asuhan ini, ku lepas pelukan ku dan ku cium tangan ibu kepala panti yang sudah aku anggap sebagai ibu kandungku sendiri. Mobil yang ku naiki perlahan-lahan meninggalkan panti, hingga tak terlihat lagi di pandangan ku. Kini aku bersama bu Aini ibu baru ku, aku sama sekali belum terbiasa dengan beliau, namun beliau berusaha meyakinkan ku bahwa dia akan merawat ku dengan sebaik mungkin dan akan selalu sayang kepada ku. Setelah beberapa jam perjalanan, sampai juga di rumah ibu Aini, sungguh ku baru melihat rumah seindah ini, rumah yang begitu besar lebih besar dari panti asuhan dan kebunya begitu luas. Setelah masuk kedalam rumah aku tidak menemukan siapa-siapa di dalam rumah itu. Ibu Aini hanya tinggal dengan suaminya dan seorang sepupuhnya.
            Sudah berbulan-bulan aku tinggal di keluarga ibu Aini, namun Aida, rasanya ia membenciku semenjak aku ada di sini. Ia merasa paman dan bibinya tidak lagi sayang terhadapnya. Ia iri kepadaku, apapun yang ibu Aini kasih kepadaku selalu Aida rebut dari tanganku secara paksa. Hingga suatu hari ibu kehilangan jam tangan kesayangannya. Sepulang sekolah ku temukan ibu dengan wajah sedikit marah dan Aini yang berdiri disamping ibu.
            “ Klara mana jam tangan ibu? Mana ? kembalikan kepada ibu!” Bentaknya kepada ku.
            “ saya…sa…sa…saya tidak mengambilnya bu.” Jawabku dengan sedikit gugup karena takut jika ibu marah seperti ini.
            “ Bohong itu bi…. Kemarin saya melihat Klara masuk kedalam kamar ibu diam-diam.” Bantah Aida
            “ Berani sumpah saya bu, saya tidak mengambilnya, saya kemarin hanya membersihkan kamar ibu.” Ujar ku dengan sedikit bersuara keras membela diri.
            Klara menarik tas ku dan mengeledahnya, Klara menemukan jam tangan ibu di dalam tas ku. Dan ibu percaya begitu saja , padahal aku tak tahu kenapa jam tangan itu bias ada di dalam tas  ku. Padahal aku benar-benar tidak mengambilnya.
            “ Sekarang kamu pergi dari rumah ini, dan jangan kembali lagi. Ibu tidak menyangka kamu mau mengambil barang-banrang ibu. Pergi kamu dari rumah ini!” ujarnya seraya mengusir ku dari rumah.
            “ Tapi bu, saya benar-benar tidak mengambilnya, saya juga tidak tahu kenapa jam tangan ibu ada di dalam tas saya. Aku mohon bu jangan usir saya, aku mohon bu?” Pinta ku ke
            Ibu tetap bertekat mengusir ku dari rumah. Kini aku hidup dijalanan, menyusuri ramainya jalan raya, melawan panas dan dinginnya udara waktu itu. Aku tak berfikir untuk kembali ke panti asuhan karena aku takut menyusahkan ibu kepala panti asuhan. Aku tak ingin melihat beliau sedih. Ku duduk termenung di pinggir jalanan menangisi peristiwa yang telah terjadi padaku. Hingga seorang ibu menghampiriku. Dari kejauhan aku tak mengenali siapa sosok ibu itu, semakin dekat dan semakin dekat ternyata sosok ibu itu adalah ibu kepala panti asuhan. Aku pun langsung berlari memeluknya dengan erat dengan tetes air mata yang tak bisa berhenti. Seperti seorang ibu yang telah lama kehilangan anaknya melepas rasa rindunya. Beliau juga menyambut pelukannku dengan penuh kasih sayang.
            “ Ibu menangis?” Tanyaku dengan mata yang berkaca-kaca dengan ku tetap memeluknya.
“ Tidak sayang ibu tidak menangis, ibu senang sekali bertemu Klara di sini. Tapi Klara ada di sini? Dan Klara kenapa sendirian, dimana ibu Klara?” ucap ibu kepada ku dengan begitu lembut
“ Klara diusir ibu dari rumah, bu. Klara dituduh menambil jam tangan milik ibu, padahal Klara tidak tahu apa-apa tengan jam tangan itu, tahu-tahu jam tangan itu sudah ada di dalam tas Klara.” Jelas ku kepada ibu tentang apa yang aku alami waktu itu.
“ Asstaqfirullahhalazim…. Klara yang sabar ya masih ada ibu di sini yang sayang sama Klara. Sekarang Klara kembali ke Panti ya, sayang?” bujuk ibu kepadaku
“ Tidak ibu Klara tidak mau kembali ke panti, tapi Klara juga sayang dengan ibu, dan ijinkan ku menghapus air mata ibu ya.” Jawabku dengan lembut seraya menolak tawaran ibu kepadaku.
Setelah itu aku berlari pergi dari hadapan ibu, rasa sayangku tak bias ku pungkiri aku benar-benar tidak tega melihat ibu menangis akan kepergianku lagi. Kini hari-hariku ku habiskan di jalan bersama anak-akan jalanan. Aku selalu teringat kepada teman-teman dip anti asuhan. Aku kangen dengan mereka apa lagi dengan ibu kepala panti, ia seperti ibuku sendiri. Dan semenjak itu aku tak lagi melihat beliau hingga ku besar seperti ini.
Setelah beberapa tahun ku hidup dijalanan. Saat aku sedang duduk termenung sendirian ada seorang wanita yang umurnya sudah berkeluarga menghampiri aku dan duduk disampingku. Ibu itu cantik sekali wajahnya hampir mirip dengan almarhum ibu kandung ku. Tak kuasa menahan kecantikan ibu itu aku pun meneteskan air mata. Setelah beberapa jam kemudian ibu yang duduk disampingku membawaku pulang kerumahnya. Ia ingin mengangkatku sebagai anaknya karena telah lama tidak mempunyai anak. Dan sejak itu lah aku begitu bahagia dengan ibu baruku lagi, kini aku tidak kesepian lagi. Dan hari-hari ku kini dikelilingi dengan kasih sayang yang begitu tulus. Terimakasih yan Allah engkau masih sayang kepadaku dan masih memberikan aku kebahagiaan dan kesempurnaan ini kepada ku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sesorah Mengeti Dinten Kamardikan / Pidato Bahasa Jawa Peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus

MENGETI 17 AGUSTUS Assalamu’alaikum w.w, Bapak kepala sekolah ingkang dhahat kinurmatan, bapak ibu guru lan karyawan ingkang kinurmatan, sedoyo konco lan adik-adik ingkang kula tresnani. Sumonggo sami-sami ngaturaken puji syukur ing ngarsanipun pangeran ingkang maha welas lan maha asih, ingkang sampun paring kenikmatan saha kasarasan dhumateng kula panjenengan sami saenggo wonten ing titi wanci punika kula panjenengan sami saged makempal wonten papan punika kanthi wilujeng kalis nir sambekala. Kula aturaken agunging panuwun kagem sedoyo ingkang sampun kersa ngrawuhi acara dinten kamardikan punika. Tahun saderengipun , tanggal 17 agustus 1945 Bangsa Indonesia dipun jajah dening Bangsa Walando lan bangsa jepang, nanging kanthi semangat para kusumaning bangsa ingkang ngurbanaken jiwo lan bandha saengga bangsa Indonesia saged ngumandangaken kamardikanipun. Tanggal 17 agustus 1945 inggih punika tanggal merdikaning bangsa Indonesia. Pramila saben tanggal 17 agustus, bangsa Indo

Sesorah Pengetan Dinten Kartini / Pidato Bahsa Jawa Peringatan Hari Kartini

PENGETAN DINTEN KARTINI Assalamu’alaikum w.w, Bapak kepala sekolah ingkang dhahat kinurmatan, bapak ibu guru, lan karyawan ingkang kinurmatan, lan kanca-kanca ingkang kula tresnani. Sumonggo kita ngaturaken puji syukur dhumateng ngarsanipun Alloh SWT ingkang sampun paring kenikmatan saha kesarasan dhumateng kita sedaya saengga wonten ing titii wanci punika kula panjenengan sami saged makempal wonten papan punika kanthi wilujeng kalis nir sambekala. Keparenga kula aturaken agunging panuwun kagem sedoyo ingkang sampun kersa ngrawuhi pahargyan dinten Kartini punika. Para rawuh ingkang kinurmatan, wonten ing tanggal 21 April punika inggih tanggal lahiripun Raden Ajeng Kartini. Raden Ajeng Kartini punika salah sawijining kusuma bangsa ingkang memperjuangaken emansipasi wanita saengga kanthi wekdal punika para wanita saged nyambut damel sesarengan priyayi kakung. Pramila saben tanggal 21 April bangsa Indonesia mengeti minangka dinten Kartini.  Pengetan punika ugi kangge atur panuwun dhuma

Cerpen Cinta "SEBATAS KAKAK DAN ADIK"

SEBATAS KAKAK DAN ADIK Aku tak tahu apa yang aku rasakan saat ni, ada sedikit rasa yang berbeda pada diriku disetiapku melihat dirinya. Entah apa yang membuatku seperti ini, jadi selalu salah tingkah sendiri. Eemmm… rasanya ingin sekali dekat dengannya,’’gumanku dalam hati. Akupun tenggelam dalam sebuah lamunan kecil.tiba-tiba saja.     “sssssuuuttt..satu…dua..tiii..ga..hayyoooo!(sambil menepuk pundakku) ngelamun terus, awas kesambet low nanti..heheheh,” ujar Dita dan Ana seraya mengagetkanku.     “iiihhh kalian ini apa-apaan sih, kaget tau!” pekikku dengan suara pelan.     “hehehehehe maaf dech yuk, Cuma bercanda …” ujar Dita     “ malah ketawa, gak ada yang lucu tau,ketawa kok kaya nenek lampir,” gumanku sambil menahan tawa mendengar ketawanya Desi yang sedikit aneh.     Baru berbincang-bincang sebentar dengan Dita dan Ana bel pun berbunyi, tanda pelajaran dimulai kembali. Tapi serasa tidak konsen mengikuti pelajaran matematika hari ini. Malah kebayang-bayang wajahnya teru